PENGARUH KEMAMPUAN DI BIDANG AKUNTANSI TERHADAP KEAKURATAN LAPORAN
KEUANGAN DENGAN PENERAPAN ETIKA PENYUSUN LAPORAN KEUANGAN SEBAGAI INTERVENING
VARIABEL
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Keakuratan Laporan Keuangan
Sesuai dengan bab I tentang laporan keuangan sebagai informasi akuntansi yang
berhubungan dengan data akuntansi atas transaksi-transaksi keuangan dari suatu
unit usaha, baik usaha jasa, dagang maupun manufaktur. Supaya laporan keuangan
dapat dimanfaatkan oleh manajer atau pemilik usaha, maka laporan keuangan
disusun dalam bentuk-bentuk yang sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan, maka
keakuratan menjadi suatu hal yang mutlak yang harus dimiliki oleh laporan
keuangan.dalam hal ini akurat ditelaah sebagai ketepatan, kesesuaian dengan
kenyataan. Akurat juga diartikan mengandung informasi yang sejelas-jelasnya
sesuai dengan kondisi di lapangan yang sebenarnya.
2.1.1
Dimensi
Dimensi
transparansi
Dimensi transparansi bisa dpahami sebagai suatu bentuk
laporan yang menyajikan suatu hal dengan kesesuaian terhadap fakta transaksi
yang terjadi. Dalam dimensi transparansi laporan keuangan yang akurat tidak
hanya menampilkan transaksi-transaksi yang diinginkan manajemen untuk
dipublikasikan, tapi murujuk pada semua transaksi yang telah terjadi dan memang
menjadi keharusan untuk ditampilkan dalam laporan keuangan. Semua indikator
yang dipakai mengidikasikan bahwa
dimensi transparansi yang memang seharusnya menduduki tempat pertama dalam
mewujudkan keakuratan laporan keuangan. Semua indikator mengandaikan bahwa
transparansi yang diwujudkan dalam laporan keuangan harus memadai demi
kepentingan publik, bukan hanya kepentingan pemilnik perusahaan semata.
Dimensi Ekonomis
Penempatan aspek ekonomi sebagai dimensi laporan keuangan
terkait dengan tujuan yang paling hakiki dari setiap bisnis. Penjelasan L.
Sinuor Yosephus dalam buku Pendekatan Filsafat Moral terhadap Perilaku Pebisnis
Kontemporer (2010:299) “Semua orang nampaknya sependapat jika dikatakan bahwa
tidak ada orang yang ingin berbisnis untuk merugi” merujuk pada keberadaan
sebuah perusahaan hanya dapat melaksanakan tanggung jawabnya --dalam hal ini
pengungkapan laporan keuangan-- jika telah berhasil mewujudkan tanggung jawab
yang paling hakiki itu yaitu maksimalisasi keuntungan.Berdasarkan logika
tentang maksimalisasi keuntungan, dapat dikatakan, aspek ekonomi
mengindikasikan pengungkapan laporan keuangan sebagai sarana untuk mengukur
tingkat kekayaan dan kemampuan perusahaan dalam melakukan kegiatan
operasionalnya dengan tetap melaksanakan tanggung jawabnya dalam hal keakuratan
laporan keuangan.
2.1.2
Indikator
|
Dimensi
Transparansi
|
No.
|
Indikator
|
1
2
3
4
5
|
Laporan
keuangan disusun berdasarkan kepentingan publik
Perusahaan mempublikasikan semua transaksi yang terjadi
pada periode akuntans dalam laporan keuangan
Manajemen telah mematuhi hal-hal yang berhubungan dengan
dengan pengungkapan kepemilikan aset dan hutang perusahaan
Laporan keuangan mencakup informasi tentang keberadaan
laju aktiva dan passiva
Perusahaan mencantumkan pelaksanaan manajemen resiko
dalam laporan keuangan.
|
|
Dimensi
Ekonomi
|
No.
|
Indikator
|
1
2
3
4
5
|
Laporan
keuangan dapat mengungkapkan pertumbuhan pendapatan setiap tahunnya.
Laporan keuangan bisa memberikan keterangan tentang
semua hal materiil perusahaan
Kepuasan bagi para pemegang saham bukan menjadi
prioritas utama dalam pengungkapan laporan keuangan
Laporan keuangan dapat menjadi dasar pengambilan
keputusan bagi manajemen untuk meningkatkan efektifitas operasional
Laporan keuangan dapat diandalkan untuk mengukur
pertumbuhan dan perkembangan yang berkesinambungan
|
2.2
Kemampuan di bidang akuntansi
Sebagai syarat yang harus dimiliki seorang penyusun
laporan keuangan, kemampuan di bidang akuntansi bersifat kompleks. Maksudnya,
banyak faktor yang mempengaruhi seorang yang menyusun laporan keuangan
dikatakan mampu. Bukan hanya berhenti pada kecakapan akademis yang didapat dari
komunitas akuntansi yang menjadi background pendidikan seorang penyusun laporan
keuangan, tapi juga jumlah jam terbang dan elemen-elemen lain seperti
kompetensi dan independensi yang juga harus dimiliki oleh seorang penyusun
laporan keuangan sebagai syarat mutlak untuk dikatakan mampu menjadi seorang
penyusun laporan keuangan yang profesional. Albert Einstein (dalam McFarlane,
2004; 89) mengingatkan: Ilmu adalah usaha untuk membuat keberagaman yang
mengacaukan pengalaman indra kita sesuai dengan suatu sistem pikiran yang
seragam secara logis. Pengalaman indra adalah pokok persoalan yang sudah
tersedia. Tetapi teori yang akan menafsirnya adalah buatan manusia. Teori
bersifat hipotetis, tak pernah paripurna, selalu tunduk pada pertanyaan dan
keraguan.
2.2.1
Dimensi
Dimensi
Kompetensi
Kompetensi
profesional adalah kemampuan dasar seseorang dalam melaksanakan tugasnya dengan
kemampuan tinggi dan dilaksanakan secara bertanggung jawab dan layak. (Suharsimi Arikunto. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta,)
hal. 120. Kompetensi sebagai dimensi kemampuan di bidang akuntansi
mengidikasikan seorang penyusun laporan keuangan dikatakan profesional apabila
memenuhi kriteria kompetensi.
Dimensi Independensi
Independensi adalah sikap yang diharapkan untuk tidak
mempunyai kepentingan pribadi atas tugas sebagai seorang penyusun laporan
keuangan yang bertentangan dengan prinsip integritas dan obyektivitas. Dengan
adanya independensi maka seorang penyusun laporan keuangan akan mampu
menggunakan kemampuannya di bidang akuntansi tanpa terganggu dengan pengaruh
dari luar. Hal ini akan dapat menjadi suatu tolok ukur seberapa tinggi
kemampuan akuntansi yang dimiliki oleh seorang penyusun laporan keuangan.
2.2.2
Indikator
|
Sub-dimensi
|
indikator
|
1
|
pengabdian pada profesi
|
dedikasi dengan menggunakan
pengetahuan dan kecakapan yang dimiliki serta keteguhan untuk tetap
melaksanakan pekerjaan meskipun imbalan ekstrinsik kurang
|
2
|
kewajiban sosial
|
pandangan tentang pentingnya
peranan profesi serta manfaat yang diperoleh baik masyarakat maupun kalangan
profesional lainnya
|
3
|
kemandirian
|
mampu membuat keputusan
sendiri tanpa tekanan dari pihak lain
|
4
|
keyakinan
|
suatu pekerjaan yang
dilakukan secara profesional dengan tidak ada campur tangan dari pihak luar
yang tidak mempunyai
kompetensi dalam bidang ilmu dan pekerjaan tersebut
|
5
|
hubungan dengan sesama
profesi
|
menggunakan ikatan profesi
sebagai ide utama dalam melaksanakan pekerjaan.
|
2.3
Penerapan Etika Penyusun Laporan Keuangan
Ada dua hal yang muncul ketika orang mewacanakan keakuratan
laporan keuangan. Kesan pertama bahwa keakuratan laporan keuangan merupakan
suatu keharusan yang sulit bahkan mustahil untuk diusahakan mengingat
kepentingan pribadi penyusun laporan keuangan yang bekerja sebagai karyawan
sebuah perusahaan yang membayarnya. Kesan kedua, laporan keuangan yang
didasarkan pada norma-norma moral menghalangi pebisnis untuk mencapai
tujuannya, meraup keuntungan sebesar-besarnya dalam waktu sesingkat-singkatnya.
Pada penelitian ini, istilah etika yang dipakai adalah etika dalam arti sebagai
ilmu atau refleksi kritis sistematis atas perilaku moral manusia sebagai
penyusun laporan keuangan. Penerapan etika disini adalah refleksi kritis
sistematis yang diterapkan seseorang dalam menyusun laporan keuangan yang
akurat sekalipun ia bekerja sebagai pribadi yang dibayar oleh perusahaan.
Dengan kata lain, laporan keuangan merupakan objek sekaligus sasaran bidik
dalam posisinya sebagai hasil kerja dari manusia yang beretika.
2.3.1
Dimensi
Dimensi
Deontologis
Secara etimologis, deontologis berarti ilmu atau teori
tentang kewajiban. Dalam konteks ini, etika deontologis hanya merujuk pada
sistem yang mengikat bukan karena konsekuensi atau akibat-akibat yang
ditimbulkan, melainkan semata-mata hanya karena norma atau sistem tersebut
wajib dilakukan, misalnya, seorang karyawan menyalami manajernya di luar jam
kerja (L Sinuor Yosephus, 2010:22).
Dimensi
Teleologis
Teleologi merupakan disiplin ilmu atau studi tentang
gejala-gejala yang menunjukkan arah, tujuan, atau maksud serta bagaimana sesuatu
diperoleh dalam dan melalui suatu proses. Dalam konteks ini, suatu tindakan
diterima sebagai benar atau keliru dan baik-baik atau jelek tergantung pada
buruknya akibat yang akan ditimbulkan oleh tindakan tersebut (L Sinuor
Yosephus, 2010:22). Dari pemahaman tersebut dapat ditarik pengertian bahwa
seorang penyusun laporan keuangan akan dikatakan beretika apabila laporan
keuangan yang disusunnya memberikan akibat yang baik. Dengan keakuratan yang
memadai maka laporan keuangan akan memberikan akibat yang baik. Baik disini
tidak hanya akibat baik bagi manajeman atau pemegang saham tapi lebih ke arah
publik.
2.3.2
Indikator
|
Dimensi
Deontologis
|
No.
|
Indikator
|
1
2
3
|
Keharusan
teknis (laporan keuangan jarus mengacu pada SAK)
Keharusan pragmatis (supaya tidak melanggar hukum, maka
laporan keuangan yang disusun disesuiakan dengan SAK)
Wajib dilakukan karena pihak lain berhak untuk itu.
|
|
Dimensi
Teleologis
|
No.
|
Indikator
|
1
2
|
Berguna
bagi pelaku (egoisme etis)
Berguna bagi semua orang yang terkena dampaknya
(universalisme etis)
|
|
Dimensi
Keadilan
|
No.
|
Indikator
|
1
2
3
|
Tertuju
kepada orang lain
Wajib ditegakkan
Menuntut persamaan
|
|
Dimensi
Keutamaan
|
No.
|
Indikator
|
1
2
3
4
5
|
Kebijaksanaan
Kejujuran
Keadilan
Kepercayaan
Sportivitas
Keuletan (keberanian moral)
|
2.4 Operasionalisasi Variabel
Variabel
|
Dimensi
|
Indikator
|
Skala
|
Sumber
|
Keakuratan laporan keuangan
|
Transparansi
|
1.
Laporan keuangan disusun berdasarkan kepentingan publik
2.
Perusahaan mempublikasikan semua transaksi yang terjadi
pada periode akuntans dalam laporan keuangan
3.
Manajemen telah mematuhi hal-hal yang berhubungan dengan
dengan pengungkapan kepemilikan aset dan hutang perusahaan
4.
Laporan keuangan mencakup informasi tentang keberadaan
laju aktiva dan passiva
5.
Perusahaan mencantumkan pelaksanaan manajemen resiko
dalam laporan keuangan.
|
|
|
|
Ekonomis
|
1.
Laporan keuangan disusun berdasarkan kepentingan publik
2.
Perusahaan mempublikasikan semua transaksi yang terjadi
pada periode akuntans dalam laporan keuangan
3.
Manajemen telah mematuhi hal-hal yang berhubungan dengan
dengan pengungkapan kepemilikan aset dan hutang perusahaan
4.
Laporan keuangan mencakup informasi tentang keberadaan
laju aktiva dan passiva
5.
Perusahaan mencantumkan pelaksanaan manajemen resiko
dalam laporan keuangan.
|
|
|
Kemampuan di bidang akuntansi
|
kompetensi
|
1.
pengabdian pada profesi (dedikasi dengan menggunakan
pengetahuan dan kecakapan yang dimiliki serta keteguhan untuk tetap
melaksanakan pekerjaan meskipun imbalan ekstrinsik kurang )
2.
(kewajiban sosial)
pandangan tentang pentingnya peranan profesi serta manfaat yang
diperoleh baik masyarakat maupun kalangan profesional lainnya
|
|
|
|
Independensi
|
1.
kemandirian (mampu membuat keputusan sendiri tanpa
tekanan dari pihak lain)
2.
keyakinan (suatu pekerjaan yang dilakukan secara
profesional dengan tidak ada campur tangan dari pihak luar yang tidak
mempunyai kompetensi dalam bidang ilmu dan pekerjaan tersebut)
3.
hubungan dengan sesama profesi (menggunakan ikatan
profesi sebagai ide utama dalam melaksanakan pekerjaan)
|
|
|
Penerapan etika penyusun
laporan keuangan
|
Deontologis
|
1.
Keharusan teknis (laporan keuangan jarus mengacu pada
SAK)
2.
Keharusan pragmatis (supaya tidak melanggar hukum, maka
laporan keuangan yang disusun disesuiakan dengan SAK)
3.
Wajib dilakukan karena pihak lain berhak untuk itu.
|
|
L Sinuor Yosephus ( Etika Bisnis,2010)
|
|
Teleologis
|
1.
Berguna bagi pelaku (egoisme etis)
2.
Berguna bagi semua orang yang terkena dampaknya
(universalisme etis)
|
|
L Sinuor Yosephus ( Etika Bisnis,2010)
|
|
Keadilan
|
1.
Tertuju kepada orang lain
2.
Wajib ditegakkan
3.
Menuntut persamaan
|
|
L Sinuor Yosephus ( Etika Bisnis,2010)
|
|
Keutamaan
|
1.
Kebijaksanaan
2.
Kejujuran
3.
Keadilan
4.
Kepercayaan
5.
Sportivitas
6.
Keuletan (keberanian moral)
|
|
L Sinuor Yosephus ( Etika Bisnis,2010)
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar