Teori kebijakan dividen
Dividen merupakan adalah pembayaran dari perusahaan kepada para
pemegang saham
atas keuntungan yang diperolehnya. Kebijakan dividen adalah
kebijakan yang
berhubungan dengan pembayaran dividen oleh pihak perusahaan,
berupa
penentuan besarnya dividen yang akan dibagikan dan besarnya saldo laba
yang ditahan
untuk kepentingan perusahaan (Sutrisno, 2001).
Gitman (2003)
memberikan definisi kebijakan dividen sebagai suatu
perencanaan
tindakan perusahaan yang harus dituruti ketika keputusan dividen
harus dibuat.
Lee dan Finerty (1990) mengartikan kebijakan dividen sebagai suatu
keputusan
perusahaan apakah akan membagikan earnings yang dihasilkan kepada
para pemegang
saham atau akan menahan earnings untuk kegiatan reinvestasi
dalam
perusahaan.
Ada empat
bentuk kebijakan pembayaran dividen (Riyanto, 2000), yaitu
sebagai
berikut.
1) Kebijakan dividen yang stabil.
Kebijakan ini
merupakan pola pembayaran dividen per lembar saham yang
dibayarkan
setiap tahun relatif tetap selama jangka waktu tertentu meskipun
pendapatan per
lembar saham per tahunnya berfluktuasi. Dividen yang sudah
dinaikkan ini
akan dipertahankan untuk jangka waktu yang relatif panjang.
2) Kebijakan dividen dengan penetapan jumlah
dividen minimal plus jumlah
ekstra
tertentu.
Kebijakan ini
menetapkan jumlah rupiah minimal dividen per lembar saham
setiap
tahunnya. Jika kondisi keuangan perusahaan baik, perusahaan akan
membagikan
dividen ekstra di atas jumlah minimal tersebut. Jika kondisi
memburuk, maka
yang dibayarkan hanya dividen minimalnya saja.
3) Kebijakan dividen dengan penetapan dividend
payout ratio yang konstan.
Jika kebijakan
ini yang dipakai oleh perusahaan, ini berarti bahwa jumlah
dividen per
lembar saham yang dibayarkan setiap tahunnya akan berfluktuasi
sesuai dengan
perkembangan keuntungan netto yang diperoleh setiap
tahunnya.
4) Kebijakan dividen yang fleksibel.
Kebijakan ini
merupakan pola pembayaran dividen yang besarnya
disesuaikan
dengan posisi dan kebijakan finansial perusahaan setiap
tahunnya.
Menurut Weston
dan Brigham dan Gapenski (1996) kebijakan dividen yang
optimal adalah
kebijakan dividen yang menciptakan keseimbangan antara dividen
saat ini dan
pertambahan di masa yang akan datang sehingga memaksimalkan
harga saham
perusahaan. Prosentasee laba yang dibayarkan sabagai dividen akan
berfluktuasi
dari satu periode ke periode lainnya seiring dengan jumlah peluang
yang diterima
persahaan. Dengan dibayarkannya dividen maka diharapkan
perusahaan
tersebut akan memiliki nilai yang tinggi di mata investor. Selain itu
dengan
pembayaran dividen yang terus menerus, perusahaan mampu menghadapi
gejolak
perekonomian dan mampu memberikan hasil kepada para pemegang
saham.
Beberapa teori
yang berkaitan dengan kebijakan dividen dan asumsi-asumsi
yang mendasari
antara lain.
1) Dividen
tidak relevan
Menurut
Modigliani dan Miller (1961) dalam Sartono (2010) dividend payout
ratio tidak
mempunyai pengaruh pada harga saham perusahaan atau biaya
modalnya.
Modigliani dan Miller menyatakan bahwa dividen payout ratio adalah
tidak relevan,
selanjutnya nilai perusahaan ditentukan oleh earning power dari
asset perusahaan.
Sementara itu keputusan apakah laba yang diperoleh akan
dibagikan
dalam bentuk dividen atau akan ditahan tidak mempengaruhi nilai
perusahaan.
Untuk membuktikan teorinya, Modigliani dan Miller (1961)
mengemukakan
berbagai asumsi sebagai berikut.
1. Tidak ada
pajak perseorangan dan pajak penghasilan perusahaan
2. Tidak ada
biaya emisi atau flotation cost dan biaya transaksi
3. Kebijakan
penganggaran modal perusahaan independen terhadap dividend
payout
ratio
4. Investor
dan manajer mempunyai informasi yang sama tentang kesempatan
investasi di
masa yang akan datang
5. Distribusi
pendapatan di antara dividend an laba ditahan tidak berpengaruh
terhadap
tingkat keuntungan yang diisyaratkan oleh investor
2) Bird in
the hand theory
Teori ini
dikemukakan oleh Gordon dan Lintner (1956) dalam Ambarwati
(2010) yang
menganggap dividen yang diterima merupakan sesuatu yang sudah
pasti di
tangan sehingga memiliki risiko yang lebih rendah dibandingkan dengan
capital
gain. Gordon dan Lintner (1956) juga berpendapat bahwa investor lebih
menyukai
dividen karena lebih pasti pendapatannya daripada mengharapkan
return yang
belum pasti jika menginvestasikan kembali dividen pada investasi
tertentu.
3) Tax
preference theory
Capital
gain dikenakan pajak dengan tarif lebih rendah daripada pajak atas
dividen, maka
saham yang memiliki pertumbuhan tinggi menjadi lebih menarik
Sebaliknya
jika capital gain dikenai pajak yang samadengan pendapatan atas
dividen , maka
keuntungan capital gain menjadi berkurang, namun demikian
pajak atas
dividen karena pajak atas capital gain baru dibayar setelah saham
dijual,
sementara pajak atas dividen harus dibayar setiap tahun setelah
pembayaran
dividen . Periode investasi juga mempengaruhi pendapatan investor
jika investor
hanya membeli saham untuk jangka waktu satu tahun, maka tidak
ada bedanya
antara pajak atas capital gain dan pajak atas dividen . Iinvestor akan
meminta
tingkat keuntungan setelah pajak yang lebih tinggi terhadap saham yang
memiliki
dividen yield yang tinggi daripada saham dengan dividen yield yang
rendah. Oleh
karena itu, teori ini menyarankan bahwa perusahaan sebaiknya
menentukan
dividen payout ratio yang rendah atau bahkan tidak membagikan
dividen
(Litzenberger dan Ramaswamy, 1979) dalam Puspita (2009).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar