BAB I
PENDAHULUAN
Latar belakang penelitian
Laporan keuangan merupakan sarana untuk menyediakan berbagai informasi yang diperlukan sebagai pengambilan keputusan baik oleh pihak internal maupun eksternal perusahaan. Menurut Finacial Accounting Standard Board (FASB), dua karakteristik terpenting yang harus ada dalam laporan keuangan adalah relevan (relevance) dan dapat diandalkan (reliable). Kedua karakteritik tersebut sangatlah sulit untuk diukur, sehingga para pemakai informasi membutuhkan jasa pihak ketiga yaitu auditor independen untuk memberikan jaminan bahwa laporan keuangan tersebut relevan dan dapat diandalkan, sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan kepercayaan dari semua pihak yang berkepentingan dengan perusahaan tersebut (Riski, 2012).
Menurut Chow dan Rice (dalam Elisha dan Icuk 2010), manajemen perusahaan berusaha menghindari opini wajar dengan pengecualian karena bisa mempengaruhi harga pasar saham perusahaan dan kompensasi yang diperoleh manajer. Namun, laporan keuangan yang diaudit adalah hasil proses negosiasi antara auditor dengan klien. Disinilah auditor berada dalam situasi yang dilematis, di satu sisi auditor harus bersikap independen dalam memberikan opini mengenai kewajaran laporan keuangan berkaitan dengan banyak pihak, di sisi lain dia juga harus bisa memenuhi tuntutan yang diinginkan oleh klien yang membayar fee atas jasanya agar klien puas dengan pekerjaannya dan tetap menggunakan jasanya diwaktu yang akan datang. Posisi yang unik seperti itulah yang menempatkan auditor pada situasi yang dilematis sehingga dapat mempengaruhi kualitas auditnya (Riski, 2012).
Auditor adalah sebuah profesi, bukan sebagai pekerjaan sehingga ada tuntutan moral yang mau tidak mau harus ditanggung oleh seorang akuntan publik. Sesuai dengan namanya, akuntan bekerja kepada publik, bukan kepada orang yang membayarnya. Kepercayaan yang besar dari pemakai laporan keuangan auditan dan jasa lainnya yang diberikan oleh akuntan publik inilah yang akhirnya mengharuskan akuntan publik memperhatikan kualitas audit yang dihasilkannya. Kualitas audit ini penting karena dengan kualitasn audit yang tinggi maka akan dihasilkan laporan keuangan yang relevan (relevance) dan dapat diandalkan (reliable) sebagai dasar pengambilan keputusan. Adanya kekhawatiran dan merebaknya skandal keuangan, dapat mengikis kepercayaan publik terhadap laporan keuangan auditan dan profesi akuntan publik. Adapun pertanyaan dari masyarakat tentang kualitas audit yang dihasilkan oleh akuntan publik semakin besar setelah terjadinya banyak kasus yang melibatkan akuntan publik baik diluar negeri maupun didalam negeri beberapa tahun terakhir. Yang menjadi pertanyaan besar dalam masyarakat adalah mengapa justru semua kasus tersebut melibatkan akuntan publik dimana seharusnya mereka sebagai pihak ketiga yang independen yang memberikan jaminan atas relevansi dan keandalan sebuah laporan keuangan. Pelanggaran yang melibatkan kantor akuntan publik dan akuntan publik yang menyebabkan kantor akuntan publik dan akuntan publik dikenakan sanksi (Riski, 2012).
Untuk menjadi seorang auditor tidak serta merta seperti seorang yang mencari pekerjaaan. Ada banyak tahapan yang harus ditempuh agar seorang dapat dinyatakan mampu mangemban profesi ini. Selain pendidikan formal, seorang auditor juga harus memiliki karakter yang kuat dan tidak mudah dipengaruhi. Auditor membutuhkan sebuah kompetensi, termasuk pelatihan yang memadai dan pengalaman dalam semua aspek pekerjaan seorang auditor. Lebih lanjut, saat ini profesi auditor juga telah menempatkan peningkatan pada audit dan program pendidikan akuntansi profesional untuk auditor untuk memastikan bahwa mereka tetap mengikuti ide-ide terbaru dan teknik di bidang audit dan akuntansi (Nungky, 2011).
Sekalipun telah menempuh pendidikan formal yang disyaratkan dan mendapat pelatihan khusus terlebih dengan pengalaman kerja yang tinggi, tidak semua auditor dapat melakukan tugasnya dengan baik, dan masih ada beberapa akuntan publik yang melakukan kesalahan. Sebagai contoh, terdapat kasus keuangan dan manajerial perusahaan publik yang tidak bisa terdeteksi oleh akuntan publik yang menyebabkan perusahaan didenda oleh Bapepam (Winarto, 2002 dalam Christiawan, 2003). Kemudian kasus yang terjadi pada PT Sumalindo Jaya Lestari yakni auditor tidak independen dalam mengaudit pencatatan saham perusahaan tersebut ( Pratiwi, 2011). Selain itu terkadang menemui kendala dalam pelaksanaannya dimana adanya rasa kekeluargaan dan kebersamaan (Sukriah dkk., 2009). Dari kasus tersebut diperlukan faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas audit agar tidak terjadi kesalahan. Profesionalisme seorang auditor sangat menentukan bagaimana kinerja auditor di lapangan dan sangat berpengaruh terhadap hasil audit yang dihasilkannya.
Guna menunjang profesionalismenya, auditor dalam melaksanakan tugas auditnya harus berpedoman pada standar audit yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), yakni standar umum, standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan. Standar umum merupakan cerminan kualitas pribadi yang harus dimiliki oleh seorang auditor yang mengharuskan auditor untuk memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup dalam melaksanakan prosedur audit. Standar pekerjaan lapangan merupakan pemahaman memadai atas pengendalian intern harus diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat dan lingkup pengujian yang akan dilakukan. Standar pelaporan dari laporan auditor harus sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
Selain standar audit, auditor juga harus mematuhi kode etik profesi yang mengatur perilaku auditor dalam menjalankan praktik profesinya baik dengan sesama anggota maupun dengan masyarakat umum. Kode etik ini mengatur tentang tanggung jawab profesi dimana seorang auditor dituntut memiliki pengalaman kerja yang cukup, bersikap independen, objektif, memiliki integritas yang baik dan memiliki kompetensi. Kepercayaan yang besar dari pemakai laporan keuangan auditan yang diberikan oleh akuntan publik inilah yang akhirnya mengharuskan auditor memperhatikan kualitas audit yang dihasilkannya. Kualitas audit merupakan segala kemungkinan (probability) dimana auditor pada saat mengaudit laporan keuangan klien dapat menemukan pelanggaran yang terjadi dalam sistem akuntansi klien dan melaporkannya dalam laporan keuangan auditan, dimana dalam melaksanakan tugasnya tersebut auditor berpedoman pada standar auditing dan kode etik akuntan publik yang relevan (Elfarini, 2007).
Selain profesionalisme, kompetensi seorang auditor juga sangat diperlukan karena apalah artinya seorang auditor yang profesional dengan pendidikan formalnya dan bermoral dengan etikanya namun tingkat keahliannya masih dpertanyakan. Peran penting lainnya bagi peningkatan keahlian auditor, yaitu dalam upaya perkembangan tingkah laku dan sikap seorang auditor. Sebagaimana dikemukakan oleh ahli psikologis, bahwa perkembangan adalah bertambahnya potensi untuk bertingkah laku. Mereka juga mengemukakan, bahwa suatu perkembangan dapat dilukiskan sebagai suatu proses yang membawa seseorang kepada suatu pola tingkah laku yang lebih tinggi (Knoers & Haditono,1999 dalam Asih, 2006). Dalam hal ini pengembangan pengalaman yang diperoleh auditor berdasarkan teori tersebut menunjukkan dampak yang positif bagi penambahan tingkah laku yang dapat diwujudkan melalui keahlian yang dimiliki untuk lebih mempunyai kecakapan yang matang.
Pengalaman-pengalaman yang didapat auditor, memungkinkan berkembangnya potensi yang dimiliki oleh auditor melalui proses yang dapat dipelajari. Audit independen didefinisikan sebagai sikap mental yang tidak bias auditor dalam membuat keputusan audit dan pelaporan keuangan (Bartlett, 1993 dalam Baotham et al. 2009). Atribut independensi adalah sebuah konsep yang sangat khusus untuk auditor. Mempertahankan standar etika tertinggi untuk profesi akuntansi, independensi mengacu pada kualitas yang bebas dari pengaruh, persuasi atau bias (Maury, 2000). Selain itu, auditor independen diharapkan akan tanpa bias terhadap klien yang diaudit dan harus objektif kepada mereka yang mengandalkan hasil audit (Maury, 2000). Demikian pula, independensi auditor mengacu pada kemampuan auditor untuk mempertahankan sikap mental yang objektif dan tidak memihak (Sridharan et al, 2002 dalam Baotham et al. 2009). Dengan tidak adanya independensi, nilai jasa audit akan sangat terganggu (Sweeney, 1992 dalam Baotham et al. 2009) dan pada gilirannya, jika auditor tidak memiliki independensi, kemungkinan mereka akan jarang menemukan laporan pelanggaran (Lowe dan haan, 1995). Dengan kata lain, jika auditor tidak independen, insentif untuk melakukan audit kualitas tinggi melemah, sebagai salah saji tidak akan dilaporkan bahkan tidak ditemukan (Pike, 2003 dalam Baotham et al. 2009).
Secara umum etika didefinisikan sebagai nilai-nilai tingkah laku atau aturan-aturan tingkah laku yang diterima dan digunakan oleh suatu golongan tertentu atau individu (Sukamto , 1991 : 1 dalam Suraida, 2005). Menurut Suseno Magnis (1989) dan Sony Keraf (1991) bahwa untuk memahami etika perlu dibedakan dengan moralitas. Moralitas adalah suatu sistem nilai tentang bagaimana seseorang harus hidup sebagai manusia. Sistem nilai ini terkandung dalam ajaran-ajaran, moralitas memberi manusia aturan atau petunjuk konkrit tentang bagaimana harus hidup, bagaimana harus bertindak dalam hidup ini sebagai manusia yang baik dan bagaimana menghindari perilaku-perilaku yang tidak baik. Sedangkan etika berbicara mengenai nilai dan norma moral yang menentukan perilaku manusia dalam hidupnya. Kualitas audit yang baik pada prinsipnya dapat dicapai jika auditor menerapkan standar-standar dan prinsip-prinsip audit, bersikap bebas tanpa memihak (Independent), patuh kepada hukum serta mentaati kode etik profesi. Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) adalah pedoman yang mengatur standar umum pemeriksaan akuntan publik, mengatur segala hal yang berhubungan dengan penugasan, independensi dalam sikap mental (Nungky, 2011)
Dalam penelitian ini, penulis menambahkan satu variabel yaitu etika auditor untuk dianalisa pengaruhnya terhadap kualitas audit yang dilakukan auditor pada Kantor Akuntan Publik. Oleh karena itu penulis tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai “PENGARUH KOMPETENSI, INDEPENDENSI, DAN ETIKA TERHADAP KUALITAS AUDIT (Studi Empirik Pada Kantor Akuntan Publik (KAP) di Jakarta Pusat Tahun 2012)”.
Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut
Bagaimana pengaruh kompetensi terhadap kualitas audit ?
Bagaimana pengaruh independensi terhadap kualitas audit ?
Bagaimana pengaruh etika terhadap kualitas audit ?
Bagaimana pengaruh kompetensi, independensi, dan etika terhadap kualitas audit ?
Pembatasan masalah
Agar lebih terarah dan jelas penelitian ini, maka batasan aspek dalam penelitian ini yakni tentang kualitas audit yang hanya dibatasi khususnya pada kompetensi, independensi, dan etika.
Tujuan penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut
1. Untuk mengetahui pengaruh kompetensi terhadap kualitas audit ?
Untuk mengetahui pengaruh independensi terhadap kualitas audit ?
Untuk mengetahui pengaruh etika terhadap kualitas audit ?
Untuk mengetahui pengaruh kompetensi, independensi, dan etika terhadap kualitas audit ?
Kerangka pemikiran
Kerangka pemikiran adalah sebuah ideologi, pandangan filsafat, dan tradisi yang didasarkan pada pemahaman. Kerangka pemikiran merupakan gambaran dari semua penelitian yang akan dilakukan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar